Oborkaltim.com – Peristiwa demonstrasi yang menggema di depan gedung DPR RI sampai pada pembakaran beberapa kantor DPRD provinsi di beberapa daerah hari ini tidak bisa kita pandang sekadar kerumunan yang dianggap sepeleh.
Itu adalah tanda bahwa demokrasi masih bernapas, bahwa rakyat-terutama mahasiswa dan pemuda-masih punya keberanian untuk menyuarakan kegelisahan mereka.
Isu yang diangkat, mulai dari kekecewaan terhadap kinerja DPR hingga tuntutan pembubarannya, mencerminkan krisis kepercayaan yang kian nyata.
Di mata masyarakat, DPR bukan lagi sekadar lembaga negara, melainkan simbol dari representasi rakyat yang diuji konsistensinya. Demonstrasi ini lahir karena ada jurang antara aspirasi masyarakat dan realitas kebijakan yang dijalankan.
Namun demikian, dalam demokrasi kita tidak bisa mengedepankan satu suara lalu menafikan yang lain. Jalanan boleh lantang, tapi lembaga negara tetap punya legitimasi konstitusional.
Oleh sebab itu, solusi tidak ditemukan dalam benturan, melainkan dalam ruang dialog yang jujur dan terbuka. Demonstran harus menjaga agar protes mereka tetap berada dalam koridor damai, tanpa terjebak dalam aksi destruktif yang merugikan masyarakat luas.
Sebaliknya, DPR tidak boleh menutup telinga. Kritik ini harus dibaca sebagai kesempatan untuk melakukan introspeksi: memperbaiki transparansi, memulihkan integritas, dan membangun kembali kepercayaan rakyat.
Sebagai pemuda, mahasiswa, dan bagian dari masyarakat, kita punya tanggung jawab moral untuk menjadi penengah-bukan memanaskan situasi, tetapi menghadirkan kesadaran bahwa demokrasi adalah ruang bersama.
Suara jalanan adalah cermin, bukan ancaman. Dan DPR, sebagai lembaga negara, hanya bisa bertahan jika ia mau bercermin pada suara rakyat.
Pada akhirnya, demokrasi bukanlah soal siapa yang kalah atau menang, melainkan keberanian kita untuk mengakui kelemahan, mendengar kritik, dan memperbaiki diri. Dari sinilah martabat demokrasi Indonesia akan diuji sekaligus ditempa.
Insya Allah Indonesia damai, NKRI harga mati.